Pendidikan merupakan hal yang sangat penting di dunia. Ini berarti bahwa setiap manusia berhak mendapatkannya dan wajib mencarinya, bahkan dalam agama Islam Rasulullah SAW memerintahkan kita untuk terus belajar dan menuntut ilmu, karena menuntut ilmu itu merupakan kewajiban bagi setiap muslim dan muslimat dari mulai buaian sampai ke liang lahat.
Di abad 21 ini atau yang sering disebut zaman milenial atau era digital, konsep yang hanya mengedepankan guru sebagai pengajar harus mulai ditinggalkan. Dunia pendidikan lebih membutuhkan pendidik daripada pengajar. Dengan kemajuan teknologi, murid dapat mempelajari apapun melalui internet. Terlebih sekarang sudah ada teknologi AI (Artivicial Intelligence) atau kecerdasan buatan yang memudahkan seluruh aktivitas manusia. Jika internet dapat menjadi “pengajar” yang lebih unggul, mengapa dunia pendidikan masih membutuhkan guru?. Jawabannya ialah karena dunia pendidikan membutuhkan guru yang bukan hanya mampu mengajar, tetapi juga mampu berperan sebagai pendidik.
Dewasa ini orang tua yang mengerti akan pentingnya pendidikan lebih banyak mempercayakan pendidikan anaknya ke sekolah swasta atau pesantren (boarding school) meskipun memang harganya lebih mahal dibandingkan dengan sekolah-sekolah negeri. Hal ini dikarenakan kualitas pendidikan dan pola pikir orang tua zaman sekarang sudah berbeda dari zaman dulu, dimana dulu orang tua beranggapan bahwa anak yang sukses adalah anak yang bisa menjadi dokter, polisi, tentara, insinyur, dan sebagainya. Sekarang mindset tersebut sudah mulai berubah seiring dengan perkembangan zaman.
Banyak orang tua yang peduli dan mengerti akan pentingnya pendidikan dan mengerti akan berubahnya zaman memasukkan anak-anak mereka ke sekolah yang ada boarding-nya. Alasannya karena boarding school tidak saja memberi teladan sehingga anak-anak termotivasi memiliki karakter positif, tetapi juga memiliki konsep moral. Boarding tidak hanya membahas karakter siswa, tetapi juga guru. Dalam tinjauan psikologis, para siswa akan lebih nyaman mendapat pendidikan karakter tanpa harus menjadi objek selamanya.
Dalam sekolah Islam (boarding school) yang berada di bawah naungan JSIT (Jaringan Sekolah Islam Terpadu) ada yang disebut istilah pendekatan pembelajaran TERPADU. Pendekatan pembelajaran TERPADU disini agak berbeda dengan istilah pembelajaran terpadu pada kurikulum 2013 yang menghubungkan, merakit atau menggabungkan sejumlah konsep dari berbagai mata pelajaran yang beranjak dari suatu tema tertentu sebagai pusat perhatian untuk mengembangkan pengetahuan dan keterampilan siswa secara simultan.
Pendekatan pembelajaran TERPADU yang dimaksud disini adalah konsep yang merujuk pada pendekatan pembelajaran yang melibatkan beberapa aspek untuk memberikan pengalaman yang bermakna kepada siswa, sehingga siswa akan memahami konsep-konsep yang mereka pelajari melalui pengalaman secara langsung dan dapat menghubungkannya dengan konsep lain yang sudah mereka pahami.
Tahapan-tahapan pembelajaran dalam pembelajaran TERPADU meliputi Telaah, Eksplorasi, Rumuskan, Presentasikan, Aplikasikan, Duniawi, dan Ukhrowi yang disingkat TERPADU. Melalui tahapan-tahapan tersebut diharapkan siswa bisa menjadi pembelajar yang bisa berpikir kritis dan berpikir tingkat tinggi tanpa meninggalkan nilai-nilai moral dalam kehidupan duniawi maupun norma-norma agama yang menyangkut kehidupan di akhirat kelak.
Setiap individu siswa memiliki latar belakang, kemampuan belajar, minat, dan kebutuhan yang berbeda-beda. Selama ini siswa seolah-olah dipaksa untuk menguasai satu hal yang sama, padahal dalam satu kelas yang biasanya terdiri dari 20-30 siswa masing-masing memiliki keunikan, kemampuan, dan keberagaman pengalaman belajar yang berbeda, sehingga terkadang siswa merasa tertekan, terbebani dan kehilangan motivasi untuk belajar.
Pendidikan yang efektif adalah pendidikan yang dapat mempertimbangkan keragaman dan berusaha untuk menyediakan pengalaman pembelajaran yang sesuai untuk kebutuhan setiap siswa. Oleh sebab itu, sebagai seorang guru kita harus mengetahui kebutuhan siswa sebelum menerapkan proses belajar mengajar. Perbedaan-perbedaan inilah yang disebut dengan diferensiasi. Lantas apakah pembelajaran berdiferensiasi itu?
Pembelajaran berdiferensiasi merupakan pembelajaran yang memberikan keleluasaan dan mampu mengakomodir kebutuhan siswa untuk meningkatkan potensi dirinya sesuai dengan kesiapan belajar, minat, dan profil belajar siswa yang berbeda-beda. Menurut Widyawati (2023), pembelajaran diferensiasi merupakan proses belajar mengajar yang menyesuaikan kemampuan siswa, apa yang disukai siswa, dan apa kebutuhan siswa sehingga mereka tidak bosan, selalu bersemangat, dan memahami materi pembelajaran.
Karakteristik pembelajaran berdiferensiasi sesuai dengan karakteristik pembelajaran saintifik (Susila dan Aryasuari, 2023). Ciri-ciri pembelajaran berdiferensiasi antara lain berfokus pada kompetensi pembelajaran, evaluasi kesiapan dan perkembangan belajar siswa diakomodir dalam kurikulum, pengelompokan siswa dilakukan secara fleksibel, serta siswa diharapkan menjadi pembelajar yang aktif sesuai dengan minat dan bakatnya masing-masing.
Aspek yang terdapat pada pembelajaran berdiferensiasi yaitu diferensiasi konten/isi, proses, produk, dan lingkungan belajar (Wahyuningsari, dkk., 2022). Pada aspek konten dalam penerapan pembelajaran diferensiasi, seorang pendidik melakukan diferensiasi yang berkaitan dengan apa yang akan dipelajari siswa dalam proses pembelajaran. Konten merupakan materi yang diajarkan atau disampaikan pada siswa yang tentunya dengan mempertimbangkan pemetaan kebutuhan belajar siswa baik itu dalam aspek kesiapan belajar, aspek minat, dan aspek profil belajar siswa atau kombinasi dari ketiganya.
Diferensiasi pada proses, siswa akan mendapatkan informasi tentang pembelajaran yang baru dan mendapatkan cara belajar sesuai dengan kemampuannya. Diferensiasi pada produk berupa variasi hasil dari tugas pembelajaran atau variasi untuk penilaian hasil belajar siswa. Tugas dan penilaian untuk masing-masing siswa dibuat beragam namun masih tetap mengacu pada tujuan pembelajaran yang sama. Lingkungan belajar merupakan salah satu hal yang penting untuk diperhatikan berkaitan dengan keberlangsungan suatu proses pembelajaran dalam kelas. Lingkungan belajar dapat mengoptimalkan kondisi kelas secara fisik maupun psikologis.
Baru-baru ini penulis melakukan Penelitian Tindakan Kelas (PTK) terhadap siswa di SMPIT A-Syifa Boarding School Wanareja terkait upaya peningkatan motivasi belajar dan hasil belajar siswa dengan metode eklektik yang berdiferensiasi dan hasilnya sangat memuaskan. Penulis mencoba mengobservasi dan memperhatikan siswa saat pembelajaran berlangsung menggunakan pembelajaran yang berdiferensiasi. Memang pada awalnya agak berat karena guru harus menyiapkan tiga konten sekaligus untuk satu pertemuan. Selain itu guru juga harus menyiapkan tiga alat ukur yang berbeda untuk melihat ketecapaian belajar siswa. Namun pada akhirnya penulis merasa puas dengan hasil belajar siswa dan respon mereka juga positif karena siswa merasa kebutuhan belajar mereka terpenuhi dan belajar menjadi sebuah aktivitas yang menyenangkan dan bukan hanya sebagai aktivitas rutin saja, tapi siswa lebih menikmati prosesnya dengan senang hati.
Dari sini penulis menyimpulkan bahwa pembelajaran berdiferensiasi sangat cocok untuk diterapkan dalam pembelajaran di kelas pada era digital ini. Terlebih jika dikolaborasikan dengan metode yang tepat dan pendekatan TERPADU yang melibatkan aspek duniawi dan ukhrowi, insya Allah akan menghasilkan output siswa-siswa yang berprestasi dan berakhlakul karimah serta mampu mengikuti perkembangan zaman tanpa terpengaruh oleh gemerlap hiburan yang sudah banyak merajalela di dunia digital sekarang ini. Mau dan mampukah bapak/ibu untuk menjadi pejuang peradaban Islam di era digital ini? Jawabannya harus mau dan harus mampu. Karena masa depan pemimpin bangsa di masa mendatang membutuhkan sentuhan seorang guru yang bisa mengikuti zaman tanpa terpengaruh oleh rusaknya zaman. Selamat berjuang bapak dan ibu hebat. Salam selamat dan bahagia.
Leave a Comment